Surat Cinta yang Tersandera dalam Disparitas Data
Sebuah surat resmi dengan nomor B-211363/B.II/KP.01.3/10/2025 yang bertajuk "Percepatan Penyelesaian Disparitas Data ASN" mungkin terlihat seperti sekadar dokumen administratif biasa. Namun, bagi mata yang jeli, ini adalah cermin retak yang memantulkan wajah sesungguhnya birokrasi kita - sebuah puisi panjang tentang bagaimana kita memperlakukan manusia sebagai entitas statistik.
Jumlah 65.637 - bukan sekadar angka. Ini adalah 65.637 kisah manusia yang terfragmentasi. Setiap angka mewakili seorang ASN yang mungkin telah puluhan tahun mengabdi, namun dalam database negara, mereka masih menjadi teka-teki yang belum terpecahkan. Bayangkan: ada 65.637 potret diri yang kabur, 65.637 narasi karier yang terputus, 65.637 potensi yang terpendam dalam lautan ketidaktahuan.
Dalam filosofi neologisme yang puitis, disparitas data adalah penyakit "skizofrenia administratif" - saat identitas seorang ASN terbelah antara yang tercatat dan yang sebenarnya. Seperti lukisan abstrak yang tak jelas wujudnya, data yang disparatif membuat kebijakan SDM berjalan dalam kegelapan, meraba-raba bentuk manusia di balik tumpukan angka.
Surat Kepala Biro SDM Kementerian Agama ini sebenarnya adalah "surat cinta" yang tersandera. Ia berteriak lirih tentang betapa kita telah lupa bahwa setiap data adalah manusia yang bernapas. Setiap celah disparitas adalah luka dalam tubuh birokrasi yang terus menganga, mengeluarkan darah segar inovasi dan semangat reformasi.
Platform digital dan sistem manajemen talenta yang kita bangun dengan megah menjadi tak bermakna ketika fondasi datanya rapuh. Ibarat membangun istana pasir di tepi pantai, sebentar lagi ombak realita akan menghancurkannya. Regulasi 2025 yang progresif menjadi sia-sia jika implementasinya tersandung data yang amburadul.
Batas waktu 31 Oktober 2025 bukan sekadar target administratif. Ini adalah "detak jam kematian" bagi inefisiensi, seruan untuk membebaskan 65.637 sandera data dari penjara disparitas. Setiap data yang diperbaiki adalah sebuah nyawa yang dihidupkan kembali dalam sistem, sebuah cerita yang akhirnya utuh, sebuah potensi yang akhirnya bisa dikenali.
Dalam etika memperbaiki data, merupakan bentuk ibadah administratif. Tindakan memanusiakan manusia, mengakui eksistensi, menghargai pengabdian. Bukan sekadar memenuhi kolom database, tapi merajut kembali jati diri yang tercerai-berai.
Maka, mari kita lihat surat ini bukan sebagai perintah, tapi sebagai undangan untuk berpartisipasi dalam "operasi bedah" besar-besaran - membedah tumor disparitas yang telah lama menggerogoti tubuh birokrasi. Setiap data yang terselamatkan adalah kemenangan kecil dalam perang besar reformasi birokrasi.
Karena pada akhirnya, data yang akurat adalah bentuk paling elegan dari penghormatan kita pada martabat setiap ASN. Seperti kata pujangga: "Dalam database yang rapi, tersimpan jiwa-jiwa yang utuh."
Andriandi Daulay (Analis Kepegawaian Madya Kanwil Kemenag Provinsi Riau)
Apa Reaksi Anda?
Suka
0
Tidak Suka
0
Cinta
0
Lucu
0
Marah
0
Sedih
0
Wow
0

