Peringatan Maulid dan Manifestasi Rahmat bagi Alam Semesta

Sep 4, 2025 - 11:52
Sep 4, 2025 - 11:52
 0  0
Peringatan Maulid dan Manifestasi Rahmat bagi Alam Semesta

Saat ini kita berada tepat pada hari Jumat, 12 Rabi’ul Awal 1447 H, hari dan momentum besar yang diyakini sebagi peristiwa kelahiran baginda Nabi Muhammad SAW, Rasul dan kekasih Allah, pembawa Rahmat bagi alam semesta, pemberi syafaat ‘uzhma, sang teladan paripurna yang tidak akan pernah lekang oleh waktu dan tidak pernah usang ditelan zaman, anugrah kebaikan terbesar bagi umat manusia dan alam semesta. Untuk itu sudah seharusnya umat Islam menumpahkan rasa syukur dan kebahagiannya dalam mengenag peristiwa yang sangat agung dan Istimewa ini, sebagai manifestasi spiritual firman Allah SWT dalam Al Quran:

قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ ۝

Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus: 58).

1. Maulid Sepanjang Masa

Merayakan dan berbahagia dengan datangnya suatu anugrah besar dari Allah berupa lahirnya baginda Nabi Muhammad merupakan salah satu ciri dan cara mensyukuri anugrah yang Allah berikan, dan ini menjadi salah satu bukti kecintaan umat kepada Rasulullah SAW, terlebih Rasul Adalah anugrah dan rahmat terbesar dari Allah untuk alam semesta, sebagaimana yang bliau tegaskan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: إنما أنا رحمة مهداة


Dari Abu Hurairah Ra., beliau meriwayatkan dari Nabi Muhmmad SAW., bahwasanya beliau telah bersabda: Aku ini hanya rahmat yang dikaruniakan dan dihadiahkan (HR. al-Darimi dan Baihaqi)

Perayaan dan kegembiraan memperingati maulid dapat dilakukan dengan beragam cara dari kumpul-kumpul sembari membaca riwayat dan sirah nabawiyyah sampai dengan berbagi sedekah makanan dan minuman kepada sesama. Ekspresi kesyukuran itu dapat dilakukan dengan beragam cara sesuai dengan budaya dan tradisi local yang ada, yang penting tidak melanggar garis ketentuan syariat, semisal dengan berbaurnya kemaksiyatan dan kemubaziran dalam suatu acara. Pun tentunya kesyukuran dan kecintaan maulid Rasul tidak hanya dilakukan pada waktu tertentu dan meniadakan waktu yang lain, karena kecintaan dan penghormatan kita kepada Nabi berlaku sepanjang masa. Meskipun tentunya sesuatu yang wajar sekiranya pada momentum hari atau bulan kelahiran Nabi dirayakan secara lebih istemewa. Al ‘Allamah Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki dalam karyanya, Mafahim Yajibu AnTushahhah, menyatakan:

والحاصل أننا لا نقول بسنية الاحتفال بالمولد المذكور في ليلة مخصوصة بل من اعتقد ذلك فقد ابتدع في الدين لأن ذكره صلى الله عليه وسلم والتعلق به يجب أن يكون في كل حين ويجب أن تملأ به النفوس

Artinya: Ringkasnya, kami tidak mengatakan kesunnahan peringatan maulid hanya pada waktu atau maam tertentu, bahkan siapa saja yang meyakini demikia, maka ia terjatuah dalam perbuatan bid”ah dalam agama. Pasalnya ingatan dan kaitan diri kita kepada Nabi Muhammad wajib berlaku sepanjang waktu, kapanpun dan di manapun.

2. Rahmat Bagi Alam Semesta

Misi besar dan paiing utama diutusnya Rasulullah adalah sebagai rahmat bagi alam semesta, sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran surat al-Anbiya 107, Allah SWT berfirman:

وما أرسلناك إلا رحمة للعامين

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. al-Anbiya: 107).

Kata al-alamin bermakna semua ciptaan Allah, tanpa terkecuali. Rasulullah SAW diutus membawa rahmat, mengeluarkan manusia dari kehinaan menuju kemuliaan dunia dan akhirat. Imam Al-Razi dalam tafsir kabirnya menyatakan rahmat yang dibawa Nabi Muhmmad SAW mencakup semua ummat manusia, dan siapa saja yang mengikuti ajaran beliau pastilah akan mendapatkan rahmat Allah di dunia dan akhirat. Bahkan terhadap musuh-musuhnya, beliau selalu mendoakan agar kelak mendapat hidayah dari Allah SWT. Pernah suatu ketika para sahabat berkata kepada Rasul, tidakkah engkau mendoakan orang-orang kafir yang telah menyiksa dan menyakitimu itu, wahai baginda Rasul, maka beliau menjawab sesungguhnya aku diutus sebagai pembawa rahmat, bukan sebagai pelaknat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ قَال: إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً.
(رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah beliau berkata, bahwa Rasulullah pernah ditanya, wahai baginda rasul, tidakkah engkau mendoakan orang-orang musyrik agar​​​​​​​​​​​​​​ mereka dihancurkan. Rasulullah berkata: Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai pelaknat, akan tetapi diutus sebagai pembawa rahmat (HR. Muslim)

Rahmat Nabi Muhammad saw. bersifat umum dan menyeluruh bagi seluruh alam, tidak pandang ras, warna kulit, dan agama. Beliau sendiri juga memerintahkan demikian, dan menjadikan rasa kasih sayang sebagai syarat utama untuk masuk surga. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Rasulullah saw. bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا رَحِيمٌ»، قلنا: كلُّنا رحيمٌ يا رسول الله، قال: «لَيْسَتِ الرَّحْمَةُ أَنْ يَرْحَمَ أَحَدُكُمْ خَاصَّتَهُ؛ حَتَّى يَرْحَمَ الْعَامَّةَ، وَيَتَوَجَّعَ لِلْعَامَّةِ

“Demi Dzat yang mana jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah masuk surga kecuali orang yang berbelas kasihan.” Kami (para sahabat) berkata: “Kami semua penyayang, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Bukanlah disebut penyayang, salah seorang dari kalian yang hanya menyayangi golongannya sendiri secara khusus, hingga ia berbelas kasihan pada semua orang.” (HR. Abd bin Humaid dalam Musnad-nya)

Hal itu dapat terlihat jelas bagaimana beliau memperlakukan para tawanan perang dengan baik, meskipun mereka berniat hendak memerangi Nabi SAW dan kaum muslimin. Beliau tetap melindungi kehormatan manusia meski dalam kondisi perang sekalipun sebagaimana beliau melindunginya dalam keadaan normal (damai), sehingga Islam menjadikan pemberian makan terhadap tawanan perang, perlindungan dari keburukan dan petaka sebagai bagian dari perbuatan mendekatkan diri kepada Allah. Demikin itu sesuai firman Allah SWT:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ۝ إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, ayak yatim, dan orang yang ditawan, (sambil berkata): “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah mengharapkan ridha Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih darimu.” (QS. Al-Insan: 8-9).

3. Aktualisai Peringatan Maulid

Hakikat merayakan Maulid tidak hanya memperingati moment kelahiran Nabi, namun yang kita rayakan adalah ajaran, konsepsi, dan syariat yang beliau sampaikan kepada umatnya. Saatnya merayakan Maulid dengan mempertegas komitmen dan kepedulian untuk benar-benar meneladani Sang Rasul dengan menebar rahmat kepada sesama, dengan aksi-aksi kemanusiaan yang menghadirkan keamanan, kedamaian, kesejahteraan dan kasih sayang, terlebih dalam suasana dan kondisi masyarakat dan bangsa yang sedang tidak baik-baik saja, saat kemiskinan dan pengangguran masih menganga, saat sembako dan kebutuhan pokok masih sulit terjangkau harganya, saat persoalan keamanan dan ancaman kekerasan masih terus mengintai kehidupan, saat arogansi dan kesombongan para penguasa masih sering dipertontonkan, saat kualitas pendidikan dan layanan kesehatan masih sulit dijangkau oleh masyarakat awam, saat tindak kriminal, penjarahan dan korupsi bukan lagi sesuatu yang tabu dilakukan, dan saat sekian banyak persoalan krisis kemanusiaan masih terus membebani kehidupan. Inilah momentum meneguhkan aktualisasi peringatan Maulid dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar rahmat dan ajaran agama benar-benar hadir dan menjadi solusi bagi krisis kemanusiaan dan kehidupan.

Dr. H. Khoirul Huda Basyir, Lc. M.Si. (Pengasuh PPTQ. Al Kaukab Bogor)

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0