Menjadi Pelaut Ulung di Tengah Ombak Kehidupan

Hidup itu tak seperti berlayar di lautan yang selalu tenang. Ada kalanya angin berhembus lembut, kapal melaju dengan mudah, namun tidak jarang pula badai datang menghantam, membuat perjalanan terasa berat.
Kehidupan adalah samudera luas yang penuh dengan gelombang, dan kita semua adalah pelaut yang ditantang untuk terus berlayar menuju tujuan.
Dalam konteks ini, saya ingin mengajak para wisudawan UIN Saizu Purwokerto, sekaligus generasi muda bangsa, untuk menyiapkan diri menjadi pelaut ulung.
Pelaut sejati bukanlah mereka yang menghindari ombak, melainkan yang mampu menaklukkannya dengan keberanian, keterampilan, dan strategi yang tepat.
Dari Teori menuju Aksi Nyata
Wisuda bukanlah akhir, melainkan titik awal perjalanan baru. Selama di kampus, mahasiswa dipenuhi dengan teori, diskusi, dan gagasan akademik. Namun, setelah toga dilepas, dunia nyata menuntut lebih dari sekadar pengetahuan.
Di sinilah saatnya ilmu dipraktikkan menjadi karya yang nyata, bermanfaat, dan memberi kontribusi bagi masyarakat.
Seorang lulusan dituntut untuk melakukan hijrah intelektual: dari dominasi otak kiri yang penuh teori, menuju keseimbangan dengan otak kanan yang mendorong kreativitas, inovasi, dan imajinasi.
Perubahan cara berpikir inilah yang akan menjadi bekal utama dalam menghadapi gelombang kehidupan.
Pesan dari Lautan Kehidupan
Dalam kitab Nasihul Ibad, Syekh Nawawi al-Bantani mengutip pesan Rasulullah SAW kepada Abu Dzar al-Ghifari: “Perbaharuilah perahumu, karena lautan itu dalam. Persiapkan bekalmu, karena perjalanan itu panjang. Ringankan bebanmu, karena jalan menuju bukit itu terjal. Ikhlaskan amalmu, karena Allah Maha Mengetahui.”
Hadis ini relevan sekali dengan kondisi kita hari ini. Perahu melambangkan perangkat hidup: ilmu, keterampilan, dan jaringan. Semua itu harus diperbarui agar tidak rapuh diterpa perubahan zaman.
Bekal adalah visi dan rencana hidup. Beban yang diringankan adalah dosa dan keburukan yang dapat menghambat perjalanan. Sementara keikhlasan menjadi landasan agar semua usaha bernilai ibadah.
Optimisme, Modal Utama Menaklukkan Ombak
Kita hidup di era penuh kompetisi, persaingan kerja semakin ketat, dan teknologi berkembang sangat cepat. Namun, tantangan itu jangan dihadapi dengan rasa takut. Sebaliknya, optimisme harus ditanamkan sebagai modal dasar.
Optimisme adalah simbol kepercayaan diri. Tanpa percaya pada kemampuan sendiri, mustahil seseorang bisa membaca peluang, menemukan ruang baru, dan menghasilkan karya. Keyakinan pada diri sendiri akan menjadi jangkar kokoh di tengah badai kehidupan.
Ilmu untuk Kehidupan, Amal untuk Keabadian
Saya percaya, seorang sarjana sejati bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga mampu mengamalkan ilmunya. Al-Ghazali pernah mengingatkan, orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya tetap berada dalam kerugian.
Karena itu, proses mencari, mengembangkan, dan mengamalkan ilmu harus berjalan sepanjang hayat.
Inilah tanggung jawab seorang lulusan UIN Saizu: tidak hanya menjaga tradisi intelektual, tetapi juga membangun integritas spiritual. Dua hal ini yang membedakan alumni kita dengan lulusan perguruan tinggi lain.
Berlayar Menuju Dermaga Kesuksesan
Hidup memang tidak mudah, dan gelombang kehidupan akan terus datang silih berganti. Namun, pelaut ulung tidak gentar menghadapi badai. Ia menyiapkan perahunya, melengkapi bekalnya, meringankan bebannya, dan berlayar dengan penuh keyakinan.
Maka, saya berpesan: jangan pernah takut pada gelombang kehidupan. Justru hadapilah dengan keberanian dan keikhlasan.
Bermimpilah setinggi mungkin, persiapkan bekal terbaik, dan jadilah pelaut ulung yang mampu menaklukkan ombak. Karena hanya mereka yang berani melawan badai, yang pada akhirnya akan sampai ke dermaga kesuksesan.
Prof. Dr. H. Ridwan, M.Ag. (Rektor UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto)
Apa Reaksi Anda?






