Transformasi Kinerja Penyuluh Agama

Jul 6, 2025 - 02:08
Jul 6, 2025 - 02:08
 0  0
Transformasi Kinerja Penyuluh Agama

Penyuluh agama Islam (selanjutnya disebut penyuluh) merupakan profesi yang sudah lama dikenal oleh masyarakat. Bersama dengan penghulu, penyuluh disebut sebagai kyai pemerintah atau kyai kampung yang bertugas memberi bimbingan atau penyuluhan (bimluh) agama kepada masyarakat. Memang, mereka memiliki kompetensi di bidang agama Islam dan sebagian besar merupakan alumni pesantren.

Kurang lebih, itulah penyuluh dalam kenangan masa kecil saya. Mereka adalah kyai, guru ngaji atau tokoh agama yang ada di kampung, dengan levelnya sendiri. Tentu jangan disamakan dengan kyai kampung tapi memiliki pesantren misalnya. Tugasnya mengisi pengajian dan menjadi pemimpin kegiatan keagamaan. Dalam bahasa birokrasi, itulah bimbingan dan penyuluhan yang sedang mereka laksanakan.

Ia hadir dan bekerja di masyarakat. Ia memberi ceramah, bergaul dan berinteraksi langsung dengan umat. Boleh dibilang, ia relatif dekat dan mengetahui problem serta denyut nadi masyarakat. Keluh kesah dan kebahagian masyarakat relatif terdeteksi oleh penyuluh. Jika terjadi masalah, penyuluh merupakan salah satu yang mengetahui sejak dini.

Tidak seperti pekerja kantoran yang relatif ‘nyaman’ dalam melaksanakan kewajiban (dalam ruangan, kadang ber-AC, standar sarana prasarananyapun tersedia, bersinggungan hanya dengan komunitas homogen), penyuluh bertugas dalam ‘ruangan’ terbuka, mungkin masjid/ musolla, majelis taklim atau rumah-rumah penduduk dan bahkan di ruang terbuka lainnya. Tanpa standar sarana prasarana yang baku.

Singgungan tugasnya, head to head langsung dengan masyarakat, dengan background pendidikan dan pengalaman warga yang sangat beragam. Bisa jadi, suku, watak dan karakternya juga berbeda-beda. Masalah yang dihadapi warga dan komunitasnya juga komplek.

Meski penyuluh agama Islam, tetapi masyarakat yang dihadapi beragam agama dan keyakinan, terutama saat berpartisipasi menangani dan menyelesaikan konflik sosial bernuansa agama. Bila tidak cermat, begitu salah pendekatan, kepercayaan masyarakat kepadanya dapat runtuh.

Mitra utama penyuluh dalam bertugas, umumnya adalah tokoh agama, pihak keamanan dan pemerintahan tingkat kelurahan dan kecamatan. Karena berada di lapangan dan mitranya beragam, mereka umumnya lincah dan ‘petarung’ dalam pengertian positif. Ia seperti aktifis sekaligus birokrat.

Tugas Tidak Ringan

​Dulu, sebagai seorang dosen, saya mengira Tri Darma Perguruan Tinggi merupakan pekerjaan yang tidak masuk akal. Sebab, dosen harus melakukan tiga tugas sekaligus: pendidikan/ pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Padahal, umumnya satu profesi satu tugas. Seperti guru, hanya melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Begitu pula dengan peneliti, ia hanya melakukan penelitian.

​Setelah bergaul dengan para penyuluh, ternyata tugas mereka juga tidak kalah beratnya. Perhatikan PermenPAN-RB Nomor 9 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama. Menurut Pasal 6, tugas jabatan penyuluh ada dua, yaitu: 1) Melakukan bimbingan atau penyuluhan (bimluh), dan 2) Melakukan pengembangan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan.

Sepintas, tugas tersebut sederhana yaitu melaksanakan bimluh dan mengembangkan bimluh. Namun bila memperhatikan definisi tentang bimluh, terbayang betapa tugas penyuluh tidak ringan.

Menurut Pasal 1 ayat (7), bimbingan atau penyuluhan adalah suatu proses pengubahan perilaku yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunikasi, motivasi, konseling, edukasi, fasilitasi dan advokasi baik secara lisan, tulisan dan praktik, dalam rangka pengembangan pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok masyarakat sasaran agar mereka mengetahui, termotivasi dan mampu memahami, melaksanakan ajaran agama dengan benar sekaligus mempunyai kepedulian dan partisipasi aktif dalam pembangunan bidang sosial atau keagamaan dengan menggunakan bahasa atau ajaran agama.

Dengan memperhatikan definisi di atas, tampaknya penyuluh—diidealkan oleh pembuat aturan—lebih dari sekedar pendidik. Ia harus memiliki sekian ilmu—selain ilmu agama tentu saja—agar mampu mengubah perilaku kelompok sasaran agar menjadi lebih baik, baik dalam kontek memahami dan melaksanakan agama dengan benar maupun dalam konteks pembangunan.

Simpel dan Terukur​​​​​​​

Penyuluh harus mampu menjadi ‘jembatan’ kepentingan pemerintah dan masyarakat dalam mensukseskan program pembangunan dengan pendekatan khusus, yaitu pendekatan dan bahasa agama.

Tugas yang begitu berat mesti disadari oleh para penyuluh agar terus-menerus belajar dan up date terhadap perkembangan ilmu (agama dan umum) dan isu-isu pembangunan. Mereka juga harus melek IT dan media sosial. Ia harus adaptif dan luwes dalam berinteraksi dengan masyarakat. Pada sisi lain, jati diri sebagai tokoh agama di tingkat grassroot harus tetap kokoh.

Betapapun kompleksnya tugas dan fungsi penyuluhan, perlu dikembangkan pengukuran kinerja penyuluh yang sederhana namun terukur. Simplisitasnya dimaksudkan untuk memudahkan penyuluh dalam melaksanakan tugas yang kompleks. Keterukuran dimaksudkan agar kerja penyuluh tidak terjebak pada omon-omon semata. Kerja penyuluh harus dapat diukur dan dikuantifikasi dampaknya.

Gambaran yang paling mudah, kinerja penyuluh setidaknya seperti pendidik tetapi tanpa kewajiban administratif yang tidak perlu. Dalam setahun, kerja penyuluh dapat dibagi—misalnya—ke dalam dua semester. Setiap semester, penyuluh wajib memberikan bimbingan atau penyuluh kepada—misalnya—minimal 100 (seratus) orang kelompok sasaran, dengan nama dan identitas yang jelas. 100 peserta penyuluhan tersebut dapat berasal dari berbagai kelompok sasaran. Boleh berbasis tempat ibadah, majelis taklim, komunitas dan sejenisnya.

Kinerja penyuluh dimulai dari asesmen peserta, proses dan pelaksanaan penyuluhan dan diakhiri dengan evaluasi dan penyampaian hasil kepenyuluhan. Standar kurikulum atau materi kepenyuluhan ditetapkan sedemikian rupa sebagai menjadi pedoman tetapi juga harus tetap fleksibel dalam pelaksanaannya.

Kurikulum atau materi dasar kepenyuluhan berorientasi pada pemenuhan dasar-dasar keagamaan umat beragama, yaitu aspek aqidah, ibadah, fikih dan membaca al-Qur’an. Aspek aqidah meliputi rukun Islam dan rukun iman. Aspek ibadah meliputi tata cara shalat dan bacaannya, termasuk puasa dan zakat. Aspek fikih meliputi najis, bersuci dan fikih ibadah. Membaca al-Qur’an menjadi materi dasar terakhir.

Sangat mungkin, materi di atas tidak cukup diajarkan dalam dalam satu semester. Mungkin banyak kelompok sasaran yang membutuhkan waktu lebih lama. Hal itu tidak menjadi masalah, asal tercatat dan terukur. Dengan demikian, nanti akan terlihat kelompok sasaran mana yang sudah tuntas dasar-dasar keagamaannya dan yang belum. Tentu saja, di luar materi dasar dan pokok, ada materi tambahan lain yang akan disampaikan kepada peserta penyuluhan.

Agenda Pembangunan​​​​​​​

​Satu asumsi dasar yang wajib jadi pegangan penyuluh adalah pembangunan bidang agama sangat mendukung pembangunan bidang yang lain. dengan asumsi, makin dekat umat Islam dengan ajaran agamanya, diharapkan makin baik akhlak, ketaatan dan pengamalan agamanya. Makin baik agamanya makin baik kesadaran hukumnya. Karena itu pula, penyuluh tidak hanya memberi penyuluhan bidang agama saja, tetapi juga bidang pembangunan.

Seperti telah disebutkan di atas, selain soal keagamaan, penyuluh juga menjadi jembatan komunikasi dan edukasi soal pembangunan. Karena itu, dulu, penyuluh juga sering disebut sebagai dai pembangunan. Tugas non-keagamaan ini juga cukup menantang dan membutuhkan ketrampilan spesifik. Sebab terkadang isu pembangunan cukup sensitif dan perlu penjelasan komprehensif.

​Beberapa agenda pembangunan yang menjadi konsen Presiden Prabowo Subianto perlu diamplifikasi dan diedukasi kepada masyarakat luas. Misalnya soal program MBG, ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat desa. Tiga agenda ini inline dengan tugas penyuluh agar betul-betul dapat berjalan sesuai rencana.

Tiga agenda ini harus bisa dihandle oleh penyuluh, diedukasi dan diseminasikan kepada masyarakat, terutama mengenai pertanyaan mengapa, bagaimana dan apa dampaknya. Terkhusus dengan agenda kedua dan ketiga, para penyuluh dapat menjadi teladan langsung dalam upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Para penyuluh dapat ambil peran dan inisiatif langsung dan termasuk mendampingi para petani untuk program ketahanan pangan sesuai dengan kekhasan wilayah masing-masing. Sebagaimana dimaklumi, sebagian penyuluh merupakan petani. Kehadiran para penyuluh dalam agenda ini akan memperkuat keberhasilan program tersebut.

Abu Rokhmad (Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama)

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0